Minggu, 29 Desember 2013

Jokowi Raih Penghargaan Tokoh Pluralis


Posted: 30/12/2013 13:12
Jokowi Raih Penghargaan Tokoh Pluralis
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
Liputan6.com, Jakarta : Jokowi memperoleh penghargaan Tokoh Pluralis 2014 dari Lembaga Pemilih Indonesia (LPI). Penghargaan diberikan atas prestasi Jokowi yang dinilai mampu memelihara kesetaraan antara etnis, agama, atau kelompok lainnya.
Gubernur DKI Jakarta bernama lengkap Joko Widodo itu mengungkapkan, nilai-nilai kemanusiaan dan kemajemukan serta kesetaraan memang harus senantiasa dipelihata dan dipertahankan leh siapapun juga.
"Kesetaraan jangan sampai terkurangi. Harus terus diperkokoh," ujar Jokowi setelah menerima penghargaan di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, Senin (30/12/2013).
Dia menjelaskan, bukti perlunya ada kesetaraan, ia menggelar lelang jabatan lurah dan camat tanpa melihat latar belakang suku dan agama. Melainkan menilai kompetensi seseorang.
"Misalnya Lurah Susan. Yang mau kita cari itu lurah yang bisa melayani masyarakat. Begitu juga waktu memilih wakil gubernur juga sama. Saya melihat Pak Wagub (Ahok) dari kompetensi dan kemampuannya. Itu aja," tandas Jokowi. (Riz/Ism)
Baca juga:





5 `Lawan Tanding` Jokowi: Risma, Ahok, ...

RAJUT | Oleh Widji Ananta
Posted: 30/12/2013 00:01
5 `Lawan Tanding` Jokowi: Risma, Ahok, ...
Liputan6.com, Jakarta : Jokowi masih merajai berbagai survei calon presiden dalam Pemilu 2014 mendatang. Namun bukan berarti langkah Gubernur DKI itu mulus alias bebas hambatan menuju kursi RI 1.
Lepas dari segala aral melintang, Joko Widodo ternyata juga punya banyak ‘saingan’. Kemarin, Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) memaparkan hasil survei mereka dengan tajuk 'Mencari Lawan Jokowi' yang digelar di Hotel Morrissey, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Survei yang dilakukan Laboratorium Psikologi Politik UI menggunakan metode Dhelpi -- metode sistematis dalam mengumpulkan pendapat dari sekelompok pakar melalui serangkaian kuesioner. Pemilihan terhadap calon-calon potensial terbagi 2 tahap. Pertama melalui focus group discussion (FGD), dilanjutkan dengan survei opinion leader oleh 61 pakar politik.
"Dari 61 pakar, mereka melihat sisi-sisi visioner, kepemimpinan, intelektualitas, keterampilan berpolitik, komunikasi politik, stabilitas emosi, kemampuan manajerial, penampilan dan integritas moral,” kata Ketua Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, Minggu 29 Desember 2013.
Hasilnya, nama-nama itu dianggap pantas jadi lawan Jokowi, ketimbang tokoh-tokoh lama yang sudah mencapai titik jenuh di kalangan pemilih.
Dari 25 nama yang diusulkan, disaring menjadi 12 nama. Lalu mengerucut pada 5 nama. Siapa saja mereka?
Ada di urutan pertama adalah Walikota Surabaya, Tri Rismaharini yang mengumpulkan 7,38 persen. Risma jadi capres alternatif dengan skor tertinggi – selain Jokowi.
Disusul ‘orang dekat’ Jokowi, Wakil Gubernur DKI Jakarta (7,28 persen), kemudian akademisi Anies Baswedan (7,04 persen), CEO Trans Corp Chairul Tanjung (6,43 persen), dan Ketua KPK, Abraham Samad (6,42 persen).
Tri Rismaharini menjadi kandidat lawan tanding terkuat Jokowi di Pilpres 2014. Ia dinilai yang paling baik dari sisi kepemimpinan, kemampuan managerial dan juga integritas moral. Ahok unggul soal intelektualitas, dan kemampuan komunikasi politik. Namun, dinilai kurang dalam mengendalikan emosi.
Sementara, Chairul Tanjung menonjol dalam kemampuan leadership dan manajerial. Abraham Samad kuat dalam moral integritasnya dan Anies Baswedan unggul dalam kemampuan intelektualnya.
Hamdi Muluk mengatakan, pencarian lawan tanding bagi Jokowi adalah upaya membuat proses demokrasi di Indonesia, khususnya terkait Pemilu Presiden 2014, berlangsung sehat.
Sebab, jika hanya satu kandidat yang dinilai terbaik, dan hanya satu alternatif capres: Jokowi, itu akan membuat persaingan politik tak sehat. “Agar sehat kita harus mencarikan lawan tanding,” terangnya.
Jokowi dan Momentum
Di acara yang sama, pakar komunikasi Gun Gun Heryanto menilai, Jokowi mendapatkan momentumnyasaat memenangkan Pilkada DKI Jakarta. Membuat namanya mencuat di level nasional, bahkan mendunia. Sampai-sampai dianggap jadi 'Obama-nya Jakarta'.
“Momentum yang didapat, ketika dia menginspirasi masyarakat Jakarta. Momentumnya, orang mencari tokoh yang berbeda dan mampu menjadi elit sentral,” kata Gun Gun.
Namun, dia menambahkan, perlu adanya figur-figur lain yang bisa bicara di kancah politik Indonesia seperti Jokowi. Gun Gun melanjutkan, masyarakat juga harus mengerti bahwa pemimpin yang berkualitas tidak hanya dilihat dari tingkat elektabilitas.
Menurutnya, tingkat elektabilitas Jokowi bisa mendulang tinggi, lantaran karena nama Jokowi yang selalu dinaikkan di tengah masyarakat tanpa adanya varian lain.
"Dari latar belakang konstruksi opini publik, politik seperti mandeg. Artinya jika hanya nama Jokowi yang dinaikkan maka masyarakat tidak punya varian lain," lanjutnya.
Jadi untuk mematahkan dominasi Jokowi dan oligarki Politik, Gun Gun mengharapkan, nama-nama dinilai memiliki kapabilitas menjadi pesaing Jokowi harus diungkap kepada media.
Salah satunya, menurut Gun Gun, Rektor Universitas Pramadina Anies Rasyid Baswedan yang juga masuk Top 5. “Kalau berbicara kapabilitas dan kompetensi, nama Anies bisa dikedepankan. Jika terus mendapat dorongan publik, bukan tak mungkin nama Anies bisa mendapatkan elektabilitas tinggi seperti Jokowi,” ujarnya.
Namun, ia menyayangkan, Konvensi Demokrat yang dipilih Anies sebagai landasan sebagai calon presiden tidak mempunyai greget. “Tokoh kontekstual ini harus diisi oleh tokoh-tokoh potensial. Anis punya itu. Sayang, panggungnya sesak tapi brandnya bagus yakni Partai Demokrat,” kata dia.
Blunder Soal Popularitas
Peneliti pada Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI), Firman Noor mengatakan, di tahun 2014 mendatang, pemilih harus lebih jeli memilih pemimpin tanpa melihat elektabilitasnya saja. Menurutnya, kapasitas dan kompetensi adalah hal terpenting.
“Melihat seorang pemimpin dengan hanya melihat popularitas pada zaman demokrasi adalah blunder. Pemimpin tidak hanya berjalan dengan elektabilitas tapi harus produktifitas dan kapibilitas,” ungkapnya di Hotel Morrissey, Jakarta, kemarin.
Selanjutnya, Firman mengatakan, dengan adanya 5 nama calon presiden potensial yang dikeluarkan oleh Laboratorium Psikologi Politik UI, figur lain selain Jokowi akan terangkat. Hal ini akan membanggakan, karena nama-nama tersebut memiliki kompetensi.
“Dengan adanya survei ini, artinya mematahkan bahwa tidak hanya popularitas bagi seorang pemimpin. Lima nama calon presiden potensial untuk dilawankan dengan Jokowi,” lanjut dia.
Namun, para calon alternatif yang diusungkan berlaga pada pemilihan presiden mendatang akan mendapatkan hambatan terkait konstitusi. Hal ini terkait pada pasal 6 dan pasal 6A ayat 2 UUD 1945.
“Konstitusi kita yang mengharuskan presiden berasal dari partai itu yang perlu diubah, agar kita bisa mendapatkan calon alternatif,” ujar Firman. “Kita banyak figur yang mempunyai kapasitas baik, makanya dengan sedikit merubah konteks konstitusi maka capres potensial juga bisa maju walaupun di luar partai,” lanjutnya.
Jokowi: Nggak Ngerti...
Saat diberi informasi soal survei yang menghasilkan 5 nama lawan tandingnya, Jokowi mengaku tidak terlalu paham.
"Nggak ngertilah. Hehe," ujarnya santai sambil tertawa di Kota Tua.
Namun, pujian dilayangkan Jokowi kepada 'lawan terberatnya', Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Begitu juga dengan kinerja wanita yang akrab disapa Risma itu, yang dianggapnya cukup baik.
"Bagus-bagus. Beliau manajer kota yang baik," jawab Jokowi singkat. (Ein)
Baca juga:

2 Komentar Untuk Artikel Ini

  • Rendang Jengkol

    2013-12-30 10:27:04

    perlu diingat di balik kesuksesan pak jokowi kawan,ad seorang yg menjelma sbg tembok dr kebijakan kontroversial,pedang tajam dalam mengeksekusi,Jubah besi nan keras dlm birokrasi,cermin kristal demi transparasi,..tanpa dia jokowi hanya biasa2 saja..
  • Rigen Sukma Normadri

    2013-12-30 01:09:47

    sebetulnya lembaga survai ini,mau mensukseskan pemilu apa mau meramaikan pemilu ya?tiap hari mencarikan lawan buat jokowi.gak usah di survai,masyarakat dah bisa memilih dengan keyakinanya masing masing.kenapa nggak nyurvai brapa banyak masyarakat yang yan