Rabu, 13 November 2013

Jelajah Goa Sampai Ke Pangandaran / ndetigan.com

Yogyakarta, Harmonisasi Budaya dan Sejarah yang Exotic (Part 1)

Keinginan menginjakkan kaki di Yogyakarta akhirnya tercapai. Perjalanan ini dimulai dari hunting informasi dari berbagai sumber dan pengalaman orang-orang yang sudah travelling ke sana. Dan akhirnya saya dan Tommy berangkat juga. Meeting point kami di Bandung, berangkat hari rabu malam tanggal 14 November 2012 dan pulang sabtu malam tanggal 17 November 2012.
Kami berangkat menggunakan kereta api kahuripan (ekonomi) dari stasiun Kiara condong menuju stasiun Lempuyangan. Tipe perjalanan kami memang sengaja ala ransel alias ekonomi dan serba hemat. Sangat bersyukur karena kami masih dapat tiket murah, 150 ribu rupiah pulang pergi untuk berdua. Kami sengaja mengambil jadwal kereta yang paling malam agar waktu perjalanan bisa digunakan untuk tidur dan sesampai disana bisa langsung mulai explore Jogja.
Berangkat pukul. 20.30 dan sampai di stasiun Lempuyangan pukul 07.50 esok harinya. Langsung naik becak ke Malioboro mencari penginapan, berhubung long weekend, Malioboro ternyata sudah dipenuhi para pelancong, dan semua mencari penginapan sama seperti kami. Setelah keliling kesana kemari, akhirnya kami menyerah, semua penginapan full booked. Awalnya saya pengen nangis sudah membayangkan kami akan tidur dimana (maklum newbie dalam hal backpacker haha…).
Karena tidak dapat juga, setelah sarapan makan nasi kucing di sekitaran Malioboro, akhirnya kami memutuskan menghubungi seorang teman yang memang tinggal di Jogja dan kami diberi tumpangan untuk menginap dan menitipkan ransel.
Nasi kucing harganya murah, dengan merogoh kocek dua ribu rupiah sudah bisa menikmati sebungkus nasi kucing. Nasi kucing sebenarnya nasi dengan lauk ikan teri atau tempe. Disebut nasi kucing mungkin karena porsinya yang mungil, bagi saya cukup mengisi perut, tapi bagi Tommy, untuk mengobati rasa lapar butuh 2 atau 3 bungkus nasi kucing. Setelah bertemu dengan teman, kami bersih-bersih dan bersiap untuk menikmati keindahan Jogja.
BOROBUDUR
Destinasi pertama kami adalah Borobudur, sebenarnya Borobudur secara administrasi berada di wilayah Jawa Tengah, namun karena jarak tempuh ke Borobudur lebih dekat dari Jogja daripada semarang, maka kebanyakan orang dan termasuk kami memasukkan Borobudur dalam trip Jogja kami.
Menuju Borobudur tidak terlalu sulit, kami naik trans Jogja menuju terminal Jombor terlebih dahulu. Ongkos trans Jogja hanya tiga ribu rupiah per orang dan seperti layaknya seperti transJakarta kalau transit tidak usah bayar lagi. Sesampainya di terminal Jombor, kami langsung mencari bus menuju terminal Borobudur. Jarak tempuh dari terminal Jombor ke terminal Borobudur sekitar 1,5 jam. Bus yang menuju Borobudur non ac (ekonomi), ongkosnya 12 ribu rupiah per orang, dan bus terakhir dari Borobudur kembali ke Jogja pukul 18.00, jadi sebelum pukul 18.00 kami sudah harus berada di terminal Borobudur lagi kalau tidak mau bermalam di Borobudur.
Setelah naik bus, kami langsung ambil posisi duduk di samping Pak supir. Sepanjang perjalanan Pak Supir juga cerita beberapa tempat wisata yang menarik di Jogja dan melewati beberapa tempat yang dilewati lahar dingin akibat erupsi gunung Merapi setahun yang lalu. Bus sempat berhenti dulu di Muntilan untuk menunggu penumpang, tapi tidak terlalu lama.
Sesampainya di terminal Borobudur, sebenarnya ke lokasi candi bisa saja jalan kaki tapi siap-siap gempor. Kami memutuskan naik delman. Disini sudah dipatok harga, untuk delman 15 ribu rupiah per delman dan kalau naik becak 10 ribu rupiah.
Lima menit naik delman, kami tiba di lokasi candi. Sebelum mengitari lokasi candi, kami makan siang dulu. Berhubung cuaca lumayan menyengat, saya sudah mempersiapkan sunblock untuk melindungi kulit agar tidak terbakar matahari.
Tiket masuk ke Borobudur 30 ribu per orang, dan kita harus mengenakan kain batik yang telah disediakan dan diikatkan di pinggang. Tujuannya mungkin untuk menghormati dan kesopanan. Berhubung long weekend, sekitaran candi dipenuhi oleh para pengunjung, bahkan banyak yang rombongan dari komunitas atau gathering (terlihat dari seragam kaos yang mereka kenakan).
Untung saya sedia payung, jadi tidak perlu beli topi yang dijajakan penjual yang rame mangkal di sekitar pintu masuk.  Kami berkeliling candi sambil menikmati suasana yang sejuk, udara yang segar dan mengagumi karya para leluhur ini. Sungguh luar biasa, dari setiap ukiran relief dan patung budha dan stupa yang ada setiap sudut candi, unsur agama Budha sangat terasa.
Di sekitar candi banyak pepohonan membuat suasana sangat sejuk, duduk dan rileks disini sangat tepat, sehingga tak terasa hari semakin sore. Kami segera beranjak ke terminal Borobudur sebelum bus terakhir datang, berhubung pengunjung rame, jadi banyak orang yang mengantri untuk naik bus, karena tidak kebagian bus setelah kami sampai di terminal, terpaksa kami menunggu bus yang lain, dan syukurlah tidak terlalu lama penantian itu, bus akhirnya datang juga dan mungkin itu bus terakhir.
Bus ini melaju sangat kencang, sampai saya agak deg-degan selama perjalanan, sungguh sangat menantang adrenalin niy si Pak supir. Tiba di terminal Jombor sudah malam dan saatnya mencari makan malam.
BAKMI KADIN
Berdasarkan rekomendasi teman, maka kami mencari dimanakah bakmi kadin berada. Setelah Tanya sana sini, akhirnya kami menemukannya. Bakmi kadin terkenal di Jogja, letaknya berada tidak jauh dari superindo gondokusuman. Tempatnya sederhana dan sudah berdiri sejak lama. Sesampainya disana ternyata sudah sangat ramai dan kami langsung berburu tempat duduk. Sembari menunggu pesanan makanan, kami berbincang sambil menikmati alunan lagu-lagu lawas yang disuguhkan secara live, penyanyi dan pemain musiknya juga lawas alias sudah kakek nenek. Lumayan lama kami menunggu makanan sampai benar-benar kelaparan karena memang perjalanan hari itu membuat perut lapar. Tidak hanya kami yang menunggu dan hampir kehilangan kesabaran, beberapa pengunjung yang lain malah akhirnya menunggu di depan juru masaknya (mungkin saking laparnya .. J).
Dengan 38 ribu rupiah kami akhirnya menikmati 1 bakti goring, 1 bakmi kuah dan 2 es teh manis. Menikmati bakmi dengan alunan lagu lawas seakan membawa kami ke zaman dulu, karena suasana dan tempat yang seperti tempo dulu. Suatu suguhan yang unik dan asli Jogja sekali menurut saya. Setelah selesai makan dan hari semakin larut, kami bergegas mencari becak untuk pulang ke kontrakan teman tempat kami menginap.
PRAMBANAN DAN KRATON RATU BOKO
Hari kedua kami di Jogja.
Candi prambanan masih berada di sekitar kota Jogja sehingga untuk mencapai lokasi candi tidak terlalu susah dan lama. Berangkat dari kontrakan naik bus transJogja sampai halte prambanan. Sekitar 30-45 menit kami tiba dan mencari sarapan pagi. Setelah kenyang, kami langsung menuju lokasi candi naik becak dengan membayar 10 ribu rupiah.
Di loket masuk prambanan, ternyata ada 2 jenis tiket yaitu tiket untuk masuk candi prambanan saja 30 ribu rupiah per orang dan tiket paketan untuk prambanan-kraton ratu boko 45 ribu rupiah per orang, dan kami memilih tiket yang paketan.
Untuk menuju kraton ratu boko sudah disediakan mobil antar jemput oleh pihak pengelola, dan mobil ini beroperasi sampai pukul 15.00. Lokasi kraton ratu boko berada di bukit yang tinggi dan melalui sawah dan rumah penduduk. Kami memilih untuk berangkat ke kraton ratu boko terlebih dahulu, baru ke candi prambanan.
Tidak lama kami menunggu mobil segera datang, tidak hanya kami, banyak juga pengunjung yang ngantri bersama kami. Sekitar 10 menit perjalanan akhirnya kami tiba di kraton ratu boko dengan suasana yang sejuk dan sangat asri.
Suasana di kawasan kraton ratu boko ini sangat berbeda, udara yang sejuk, angin sepoi-sepoi menyamankan hati dan perasaan magis sangat terasa. Menyusuri puluhan anak tangga dan lapangan yang luas dan tertata rapi dan bersih. Masuk ke kawasan ratu boko seakan masuk ke lorong waktu menuju sekian abad yang lalu, begitu sejarah masa lalu sangat kental di tempat ini.
Setelah berkeliling yang cukup lumayan berkeringat Karena cuaca yang sangat cerah dan kawasan kraton yang luas, kami turun kembali ke pelataran parkir kraton dan menunggu jemputan oleh pihak pengelola prambanan. Karena ada beberapa rombongan yang juga turut menunggu jemputan, maka kami harus bersabar mengantri.
Selanjutnya, sesampainya kembali di prambanan, kami langsung bergegas ke kawasan candi prambanan. Dari kejauhan sudah tampak puncak-puncak candi yang tinggi dengan anggunnya. Seperti legenda yang sangat terkenal mengenai candi ini yaitu legenda roro jongrang, maka memang terlihat sampai sekarang hamparan candi yang cukup banyak mengelilingi candi induk. Sebagian candi memang sudah rusak akibat goncangan gempa tahun 2006 dan hanya terlihat tumpukan bebatuan candi.
Untuk naik ke candi induk saja, yaitu candi terbesar dari sekian banyak candi yang tersebar disekelilingnya, para pengunjung harus mengenakan helm yang disediakan oleh pihak pengelola, hal ini untuk menjaga keselamatan para pengunjung yang mungkin sewaktu-waktu ada runtuhan dari candi, karena candi memang dalam kondisi renovasi pasca gempa.
Setelah berkeliling dan mengagumi candi prambanan yang indah nan cantik, sebelum beranjak pulang kami menaiki kreta wisata dengan membayar 5 ribu rupiah per orang dan melewati candi candi yang lain di sekitaran komplek candi prambanan, seperti candi sewu yang sudah terlihat sangat rapuh termakan usia dan sebagian sudah hancur.
Sesampainya di pintu keluar, tidak lupa kami mengambil foto dari fotografer keliling yang menjajakan jasanya di sekitar candi. Karena capek berkeliling, kami istirahat sebentar di pendopo yang ada di taman dekat jalan keluar dan bersyukur bisa menikmati hasil karya leluhur yang sangat luar biasa ini.




http://ndetigan.com/jelajah-goa-sampai-ke-pangandaran/

Saya baru tahu ternyata Pangandaran mempunyai beberapa goa setelah Pak Iyus mengajak untuk menjelajahinya. Pengalaman memasuki goa bukan yang pertama, namun masuk ke goa menjadi pengalaman menakjubkan bagi saya. Sebelumnya saya pernah memasuki goa di pedalaman Tasikmalaya. Goa itu tidak dikelola menjadi tempat wisata, bahkan jalan menuju kesana tidak ada, kami membuat jalan sendiri. Jadi aroma goa yang pernah saya datangi dulu seperti mencuat kembali disela rongga-rongga tenggorokanku.
Kami mulai beranjak ketika tanda-tanda hujan mulai mereda. Namun beberapa langkah memasuki hutan, hujan mengguyur bumi lagi, secepat kilat kami berlari kembali ke pondokan untuk berteduh, tapi tetap saja basah sudah menguasai sekujur tubuh. Dengan sedikit menggigil kami mengunyah gorengan yang masih hangat, lumayan untuk menghangatkan tubuh.
Walau hujan masih rintik kami memutuskan untuk menembusnya. Kami bela-belain basah karena memang sudah terlanjur basah. Kami melangkah mengikuti Pak Iyus. Langkah awal menyusuri hutan itu, disebelah kiri terdapat sungai kecil berair tawar. Kata Pak Iyus air sungai ini berhulu dari mata air yang ada di Goa Rengganis.
Setibanya di depan mulut Goa Rengganis, saya terdiam sejenak. Ada aura mistis yang saya rasakan namun adem dan sejuk sekali. Dasar goa ini digenangi air tawar yang sejuk dan tenang. Goa dan mata air ini konon katanya berawal dari sebuah legenda petilasan Ibu Dewi Rengganis. Rakyat sekitar juga percaya bila membersihkan badan disini akan berkasiat dan awet muda. Pak Iyus juga mengatakan begitu, namun karena hujan dan basah kuyup kami tidak masuk ke dalam Goa.
Goa Rengganis
Goa Rengganis
Kami melanjutkan perjalanan ke Goa Keramat/Parat. Konon goa ini merupakan tempat bersemedinya para keluarga pangeran Mesir yaitu Syech Ahmad dan Syech Muhammad yang ditugaskan untuk mengajarkan agama islam di daerah ini. Kemudian   di depan goa dibuat dua petilasan untuk Syech Ahmad dan Syech Muhammad oleh penduduk yang menerima ajaran. Petilasan ini bukan kubur namun untuk mengenang kedua pangeran yang menghilang tanpa diketahui keberadaannya.
Hal yang unik di dalam goa ini terdapat stalaktit yang mirip seperti alat kelamin perempuan dan laki-laki. Mitosnya stalaktit ini manjur bagi yang sedang mencari jodoh, untuk lelaki pegang stalaktit yang berbentuk mirip alat kelamin perempuan dan demikian sebaliknya, perempuan pegang stalaktit yang berbentuk mirip alat kelamin laki-laki. Selain itu, ada juga stalaktit yang berbentuk paha ayam dan batu yang berkilat-kilat ketika sinar handphone saya sorotkan. Unik sekali sekaligus indah, seperti permata yang berkilat-kilat.
Mulut Goa Keramat/Parat
Mulut Goa Keramat/Parat
Goa ini lumayan panjang dan tembus ke mulut goa yang lain. Saya memang tidak bisa menunjukkan foto dari bentuk stalaktit di dalam goa ini, karena goa ini sangat gelap dan kemampuan kamera saya yang terbatas ( hehe..). Karena tidak ada persiapan memasuki goa yang gelap, cahaya dari handphone satu-satunya menjadi penerang bagi jalan kami di gelapnya goa ini. Yah, ini adalah kegelapan abadi.
Oiya, masih ada yang menarik mengenai Goa Keramat/Parat ini. Kami bisa melihat landak dipojokan goa yang gelap. Landak itu memang pemalu, dia bersembunyi dilubang kecil disudut goa. Selain itu ada kelelawar yang menggelantung dan sebagian beterbangan diatas kami. Goa Keramat/Parat ini merupakan gua yang terpanjang disekitar cagar alam ini. Yang lainnya hanya beberapa meter saja dan tidak sampai gelap sempurna seperti goa ini.
Setelah menyusuri goa ini kami keluar dari mulut goa yang satunya, di depan mulut goa ini terlihat dua berbentuk nisan, mungkin inilah yang dimaksud dengan petilasan itu. Kami melanjutkan penjelahan kami menapaki jalan kecil disela pepohonan.
Kami tiba di Goa Miring, kenapa dikatakan Goa Miring? Untuk memasuki goa ini, kita harus memiringkan badan kita karena celah memasuki goa ini sangat sempit. Kalau saya amati, goa ini seperti bongkahan batu raksasa yang terbelah dan membentuk celah yang sempit dan terbentuk ruang didalam pecahan batu itu. Goa ini kecil, jelas terlihat dari sempurat sinar matahari dari ujung goa yang tak lain dari mulut goa seberang sana. Goa ini dekat dengan pantai, hempasan ombak bisa terdengar samar dari sini. Hal yang unik yang kami temui di dalam goa ini adalah stalaktitnya yang berbentuk pocong. Di dinding goa juga kami melihat susunan batunya menyerupai tulang belakang manusia, bentuknya sangat mirip.
Goa Miring
Goa Miring
Setelah puas menelusuri setiap sudut Goa Miring, kami melipir ke Goa Lanang. Berjalan kaki mengitari hutan, beranjak dari satu goa ke goa yang lain memang agak menguras tenaga, apalagi kami berhujan ria. Pakaian di badan agak berat, tapi untunglah cuaca mulai membaik di tengah perjalanan. Untuk menuju goa ini, kami harus melewati beberapa anak tangga. Yaa… memang Goa ini agak berbeda dengan goa yang lain, posisi mulut goa vertikal, namun tidak terlalu dalam.
Setelah sampai dibawah dan menyelesaikan anak tangga terakhir, saya terkesiap dan takjub. Di depan saya terdapat mulut goa yang sangat besar dan luas. “Disini sering dijadikan lokasi syuting film laga,”kata Pak Iyus. Yaa.. memang terlihat beberapa bekas di goa ini menunjukkan sering terjadi beberapa aktivitas. Kami beristirahat sebentar di goa ini. Karena mulut goa vertikal maka sinar matahari sempurna masuk ke dalam goa. Suasana goa bersih dan sepertinya memang sering dibersihkan. Terdapat perapian juga di pojok sana. Kalau dipikir-pikir tempat ini cocok juga menjadi tempat berteduh sambil menyalakan perapian.
Goa ini dulu merupakan kerajaan Penanjung dengan rajanya bernama Prabu Anggalarang dan permaisurinya Dewi Rengganis. Prabu Anggalarang merupakan lelaki yang gagah dan sakti sehingga dijuluki “Sang Lanang” dan goa ini merupakan tempat tinggalnya sehingga disebut Goa Lanang. Goa Lanang ini menjadi keraton kerajaan Galuh pertama. Di goa ini ada batu gamelan yang bila ditabuh dengan tangan akan mengeluarkan nada seperti gamelan. Selain itu stalaktit indah terdapat di goa ini. dari stalaktit yang besar dan bertebaran di sekitar goa ini menunjukkan goa ini sudah berdiri tegak selama berabad-abad lalu.
Goa Lanang
Goa Lanang
Ada satu lagi goa yang akan kami masuki yaitu Goa Jepang. Perjalanan menanjak ternyata tidak gampang. Kami harus sangat hati-hati karena jalanan sangat licin habis diguyur hujan. Karena wilayah ini merupakan cagar alam, selama perjalanan menjelajah goa ini kita bisa menyaksikan monyet-monyet yang dengan bebas menggelantung di pepohonan. Dan yang menakjubkan lagi, ketika hampir sampai di Goa Jepang, kami bertemu dengan biawak dan rusa yang bersantai di sela-sela dedaunan. Mereka bergerak bebas tanpa merasa terusik. Diam-diam saya memotret mereka.
Rusa di Cagar Alam Pangandaran
Rusa di Cagar Alam Pangandaran
Goa Jepang dikawasan ini dibuat pada masa Perang Dunia Kedua (1941-1945) dengan menggunakan kerja paksa atau Romusha selama kurang lebih satu tahun. Keunikan dari goa ini adalah dibuat dibawah bukit kapur dengan dinding batu karang dan pintu goa berbentuk persegi empat. Pada bagian akhir goa ini terdapat tangga yang berakhir dengan lubang kecil sebagai tempat untuk berlindung. Secara sepintas memang lubang goa ini tidak terlihat.
Goa Jepang
Goa Jepang
Penyusuran Goa berakhir ketika kami melewati Batu Kalde. Batu ini merupakan situs peninggalan sejarah pada masa kerajaan Galuh. Namun sayangnya, bebatuan peninggalan sejarah ini kurang terawat dengan baik dan terserak. Di sisi yang lain terlihat beberapa makam tanpa nisan. Menurut saya, mungkin berapa dekade silam terdapat peradaban penting di daerah ini, namun sejarah yang mahal ini masih kurang terawat dan kurang perhatian.


[Part II] Pulau Harapan, Berlari Bersama Mentari

Setelah sampai di homestay, saya langsung merebahkan diri di dinding dekat kamar, mendekati kipas angin yang mengirim sedikit kelegaan setelah hampir tiga jam terpanggang matahari seperti cerita saya disini..
Makanan sudah terhidang, rasa lapar memang sudah terasa, sarapan tadi pagi masih belum nendang dan tak bisa menahan perut lebih lama, hehehe..
Kami lahap menyantap makanan yang sudah disiapkan pemilik homestay,  selain rasanya yang nikmat menggoyang lidah, rasa lapar karna lelah sangat mendukung. Tak berlama-lama kami beristirahat di homestay, aroma laut sudah memanggil-manggil dari tadi, jadi bergegas kami ke dermaga dan goo…!
Perahu perlahan meninggalkan dermaga dan menuju pulau-pulau yang akan kami selami. Ada beberapa pulau kecil yang berada di sekitar Pulau Harapan, dan terumbu karang di sekitar pulau-pulau itu terkenal ciamik. Tak perlu berlayar terlalu lama, sekitar setengah jam perjalanan kami sudah sampai di spot yang bagus untuk menikmati indahnya etalase laut itu. Seorang awak kapal menyebur untuk memastikan bahwa tempat perhentian kami ini memang spot terbaik di sekitar pulau kecil ini.
Perlengkapan snorkeling siap terpasang dikepala dan mulut, dan byuurr… satu persatu melompat dari kapal dan mulai asyik menikmati indahnya alam Indonesia. Bagaimana tidak bersyukur kita punya alam seindah ini di Nusantara, sampai-sampai alam indah ini membuat iri negara-negara sebelah. Alam sudah menyuguhkan beribu pesona tak terbantahkan dan sekarang tugas kita untuk menjaga alam ini tetap lestari dan  terhindar dari pengrusakan liar, yah paling tidak berkunjung tanpa merusak harmoni biota yang sudah ada.
Beberapa spot terbaik untuk menikmati terumbu karang di sekitar Pulau Harapan seperti Pulau Kayu Angin Sepa, Pulau Bira, Pulau Bulat, Pulau Papatheo, Pulau Pelangi. Tapi spot terbaik bagiku menikmati coral-coral yang paling bagus itu ada di Pulau Bira. Ada juga Pulau Kotok yang sering dijadikan tempat diving para diver.
Kegiatan snorkeling ini memang memancing rasa lapar cepat muncul kembali, kapal kami kembali melaju ke tepian sebuah pulau. Pulau ini terdapat dua warung yang biasa menjadi tempat persinggahan bagi para wisatawan yang asyik snorkeling di dekat pulau ini. Pulau ini kecil dan tak berpenghuni. Selain kami ada juga komunitas lain yang singgah ke pulau ini. menikmati gorengan dan air kelapa muda memang nikmat sambil memandang ke laut lepas… hihihi..
Agak lama kami bersantai di pulau ini, yah sekalian menunggu teman-teman yang lain yang penasaran untuk mengeskplor pulau ini. Bermain air laut yang putih bening menyapu bibir pantai berpasir putih satu simponi yang indah, menikmati surga yang mungkin esok takkan sama lagi.
Santai di tepi pantai!
Santai di tepi pantai!
Puas menikmati pulau ini, kami kembali beranjak ke kapal dan melipir ke pulau yang lain, ombak agak mengguncang kapal kami sore itu, tapi tak ada yang gentar, pulau-pulau itu masih menanti untuk di eksplor, hihi..
Sore telah datang, kami baru naik ke kapal, tak terasa rasa lelah telah menggelayut setiba diatas kapal, sang mentari perlahan meninggalkan peraduannya di bagian barat, kapal kami bergerak dengan perlahan, hening itu yang saya rasakan, kami bener-bener menikmati aroma sunset walau menikmati sunset di tengah jalan diatas kapal. Kami menikmati setiap detik pergerakannya sampai sisa-sisa binarnya masih terasa ketika kami menginjakkan kami kembali di dermaga Pulau Harapan. Rasa senang tentu saja menghiasi senyum kami sore itu.
senja di harapan
Saya ingat, kamar mandi di homestay hanya dua dan kami ada sekitar 10 orang cewek, jadi saya memilih leyeh-leyeh  dulu bersama Tommy di dekat dermaga. Disini ada semacam pasar malam kecil yang menjual aneka ragam makanan. Kami sengaja mencari makanan yang khas tapi tidak ada, tidak ada yang unik di deretan makanan-makanan itu. Akhirnya saya dan Tommy memilih melahap gorengan di pinggir jalan disamping dermaga..Ehhmm.. yummmyy..saya menyantap gorengan yang masih panas sambil meniup-niupnya biar cepat dingin. ( ngga tahu lapar apa emang doyan, hahaa..  :D )
Karena capek banget, jadinya tidur pun nyenyak, pagi hari berasa cepaat banget datangnya. Kami bergiliran mandi. FYI, air di kamar mandi homestay di pulau ini tidak tawar, asin, jadi walaupun udah mandi tapi masih berasa kurang segar, hihihi.. jadinya rambut yang dikeramas kalau diraba berasa kasar.
Setelah voting, kami sepakat hari ini kami tidak akan snorkeling, sebagian bilang sudah puas sebagian bilang sudah capek, jadi kami putuskan hari ini benar-benar menikmati pulau dan bibir pantainya. Segera berangkat, kami bergegas kembali ke dermaga. Bapak pemilik kapal kami bersama tiga orang anaknya sudah menunggu kami.
Kali ini saya duduk dekat bapak pemilik kapalnya ( saya lupa nama bapaknya, huhu..).  Bapak banyak cerita mengenai rumahnya yang nun jauh di seberang lautan sana. Pulau Sebira  sekitar 4-5 jam dari Pulau Harapan. Disana pulaunya lebih bagus dan lebih jernih katanya, terumbu karangnya juga jauh lebih bagus. Oooo… saya hanya bisa manggut-manggut, saya pikir Bapak warga Pulau Harapan, ternyata dari pulau yang kalau dipandang dari sini takkan terlihat digaris batas pembelah langit dan bumi. “Disana sudah ada air tawar, jadi kalau mandi ngga perlu pakai air asin lagi,”katanya pula. Widiih, kok lebih canggih yah daripada Pulau Harapan.
Bapak ini lantas mengundang kami untuk datang ke rumahnya, mau siiyy.. tapi,.. tapii.. jauuh banget, butuh satu hari waktu untuk perjalanan saja.. hmm… mungkin lain waktu ada kesempatan kesana.
Kami telah sampai di satu pulau, hari ini kami bebas keliling pulau. Kami menyebar, mencari spot bagus untuk foto-foto (biasaa narsis  hehe..). Eh, tiba-tiba nemu pantai ini, ada tempat duduk yang sengaja dibangun di tepiannya. Saya tak melihat sedikitpun jejak kaki dsini, tandanya belum ada yang menginjak pantai ini yah paling tidak sepanjang hari ini, suasana sepi, suara teriakan terdengar samar disebelah sana, tapi suara ombak yang menghempas pantai lebih terdengar jelas. Angin yang semilir mengelus kulit terasa lembut dan bau pantai yang khas. Nikmat banget dan sejenak saya hanya terdiam dan menatap jaauuuh.. Tatapan terhentak seketika waktu teman-teman berlarian dan berteriak histeris ke pantai tempat saya berdiam itu, seketika pula pantai itu menjadi ramai.
Pantainya sepi, hanya suara ombak dan burung yang terdengar samar
Pantainya sepi, hanya suara ombak dan burung yang terdengar samar
Hari ini kami hanya setengah hari. Tengah hari kami harus kembali ke Jakarta. ada dua kapal penumpang yang siap mengangkut penumpang untuk dihantarkan ke Jakarta siang ini. kapal yang kami tumpangi terlihat semakin penuh. Saya menduga siang ini matahari akan sangat garang bersinar jadi saya minta Tommy agar kami ambil posisi duduk di dalam kapal saja, tapi Tommy menolak dan memilih nangkring diatap kapal, uugghh.. nurut juga deh, daripada pisah, ga asik banget apalagi kapal kami semakin sesak dipenuhi penumpang. Ternyata peminat diatap kapal cukup banyak, sampai kami berebut space dengan tiga orang bule Jepang (dari bahasanya siy Jepang, kok sok tau gini yah hihi).
Setelah lama menunggu, akhirnya kapal melaju, karena kami berada diatas atap dan ombak siang ini lebih ganas dari kemarin, jadi kami terombang ambing diatasnya, sebagian berteriak samar ketika kapal diayun ombak, kami ternyata harus dipanggang kembali, uughh.. saya coba untuk tidur ditutupi handuk lembab, tapi tidak bisa,ombaknya terlalu tinggi untuk menina bobokkan saya, haha… Eh, tapi ada bonusnya ketika saya tidak tidur dan menikmati sepanjang perjalanan pulang ini, mau tauuu… hihi.. sepasang lumba-lumba mulut botol melompat beriringan tepat di sebelah kapal kami. Huuuaahh.. bonus banget ini mah. Lumba-lumba ini tanpa malu menunjukkan keanggunannya dan beberapa kali menampakkan diri. Hmmm.. I love Indonesia. ^^

Kepulauan Seribu, Keindahan Di Ujung Jakarta

Berwisata ke Jakarta??
Mungkin tidak terpikir dibenak banyak orang untuk menghabiskan waktu liburan yang indah di seputaran DKI Jakarta. Yang ada, orang berbondong-bondong keluar dari daerah Jakarta menjauhi penat dikala waktu liburan tiba. Tapi tidakkah terpikir bahwa DKI Jakarta masih memiliki surga tersembunyi di sudut-sudutnya dan jauh dari hiruk pikuk Jakarta yang notabene-nya adalah kota metropolitan yang penuh sesak dan penat. Citra Jakarta tercoreng karena macet sepanjang usia, banjir yang rajin datang tak diundang, kawasan kumuh berjejer di bantaran sungai dan persis di samping gedung pencakar langit yang menjulang.
Sungguh ironis memang, tapi jangan pernah kecewa dengan ibukota ini, DKI Jakarta masih banyak potensi indah tak kalah dengan daerah-daerah lain. Di sudut utara DKI Jakarta, tersebar gugusan pulau-pulau kecil yang jumlahnya ratusan yang akhirnya disebut sebagai Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu masih berada di wilayah DKI Jakarta, tepatnya berada di diujung teluk Jakarta. Kepulauan Seribu menjadi salah satu Kabupaten Administrasi di DKI Jakarta.
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mempunyai jumlah penduduk sebanyak lebih kurang 20.000 jiwa yang tersebar di sebelas pulau-pulau kecil berpenghuni. Kesebelas pulau tersebut di antaranya Pulau Untung JawaPulau PariPulau Lancang,Pulau Tidung BesarPulau Tidung KecilPulau PramukaPulau PanggangPulau HarapanPulau Kelapa, dan Pulau Sebira. Selain pulau-pulau berpenghuni, terdapat pula beberapa pulau yang dijadikan sebagai pulau wisata, seperti Pulau BidadariPulau OnrustPulau Kotok BesarPulau PuteriPulau MatahariPulau Sepa, dan sebagainya. (http://id.wikipedia.org/)
Di wilayah kabupaten ini terdapat pula sebuah zona konservasi berupa taman nasional laut bernama Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKS). Sebagai daerah yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan di dalamnya juga terdapat zona konservasi, maka tidaklah mengherankan bilamana pengembangan wilayah kabupaten ini lebih ditekankan pada pengembangan budidaya laut dan pariwisata. Dua sektor ini diharapkan menjadi prime-mover pembangunan masyarakat dan wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. (http://id.wikipedia.org/)
Saat itu, saya bersama teman-teman memutuskan melewati weekend bersama di Kepulauan Seribu dan kami menginap di Pulau Tidung. Perjalanan ke Pulau Tidung mulai dari Muara Angke. Muara Angke merupakan pelabuhan nelayan dan juga terdapat kapal penumpang yang menghubungkan daratan Jakarta dengan Kepulauan Seribu. Berdekatan dengan dermaga Muara Angke terdapat pasar tradisional tempat dimana para nelayan menjual hasil tangkapannya. Ikan-ikan yang dijual di pasar ini masih sangat segar dan banyak sekali jumlahnya.
Pasar ini yang menjadikan akses menuju dermaga Muara Angke agak tersendat, kemacetan yang luar biasa apalagi saat weekend seperti ini banyak sekali wisatawan berkumpul di Muara Angke untuk berangkat menuju Kepulauan Seribu. Pasar juga menyebabkan jalanan yang kurang terawat dan bila hujan akan menyebabkan air tergenang dimana-mana dan becek. Sampai-sampai salah satu teman saya tercebur ke sekolan karena sudah tidak bisa membedakan mana selokan dan jalan, semua sudah menjadi satu dan rata. Pasar ini juga menyebabkan bau amis yang membahana kesetiap ruang udara yang terhirup hidung. Karena akses menuju dermaga sangat macet dan tidak mau ketinggalan kapal untuk menyeberang ke Kepulauan Seribu, maka kami memutuskan jalan kaki dari lokasi macet total itu. Berbaris-baris langkah kami ayunkan menembus kemacetan. Tidak hanya kami, rombongan lain juga ternyata begitu. Sungguh perjuangan sekali menuju dermaga Muara Angke.
Setelah melewati pasar yang sumpek dan berbau amis akhirnya terlihat dikejauhan sekumpulan orang yang sudah berkumpul dan membentuk kelompok-kelompok sesuai dengan rombongannya. Saatnya berangkat, tanda kapal sudah mau berangkat dibunyikan. Kami tak berlama-lama berhenti di tepi dermaga. Berebut lapak di kapal ekonomi itu juga ternyata sangat penting dan menentukan kenyamanan selama menikmati ayunan ombak menuju Kepulauan Seribu.
Tak bisa disesalkan memang, kami dapat lapak untuk duduk lesehan tepat disamping mesin dibelakang kapal . Kapal akan segera berangkat dan mesin dinyalakan. Tak disangka bunyi mesin ini lama-lama sangat memekakkan telinga dan menjadikan sekitarnya agak panas. Kapal tetap melaju meninggalkan dermaga. Saya masih belum menggubris bunyi mesin yang memekakkan itu, saya memandangi keluar kapal, melihat sekitar dermaga sebelum tertinggal jauh. Kondisi dermaga yang agak awut-awutan tidak mengurangi wisatawan yang berhasrat menikmati indahnya alam Kepulauan Seribu.
Air laut di tepi dermaga coklat kehitaman dan pekat. Kapal-kapal nelayan yang besar berjejer di tepi dermaga, para nelayan mengangkut hasil tangkapannya untuk ditimbang dan dipasarkan. Bau amis masih merajalela. Mungkin para warga nelayan ini sudah tidak merasakan bau yang menyengat ini, sudah terbiasa dan inilah salah satu bagian hidup mereka.
Kapal bergerak semakin menjauhi dermaga, setengah jam berlalu dengan alunan angin sepoi yang tak mampu menyirnakan suara mesin yang bising. Kesabaran tak dapat terbendung, suara mesin ini sangat mengganggu dan saya bersama teman nekad mau ke depan kapal melewati tubuh-tubuh yang bergelimpangan terlelap seiring hembusan angin laut yang menghipnotis. Akhirnya kami mendapatkan posisi yang nyaman diujung kapal.
Pulau seribu memang benar-benar bertebaran, kami mulai menerka pulau mana yang akan menjadi tempat kami mendarat setiap beberapa pulau mulai mendekat dan terlewati. Bagi para wisatawan tentunya agak susah untuk menerka nama-nama pulau yang sudah terlewati itu, semua tampak sama.. hahaa.. Semakin berada di lingkup Kepulauan Seribu, birunya laut semakin menampakkan diri, hal ini tentu jauh berbeda dengan wajah dermaga Muara Angke yang hitam pekat itu. Hasrat untuk menyebur semakin membuncah, tak sabar menyapa biota laut Kepulauan Seribu.
Kami tiba di dermaga Tidung disambut guide asli warga tidung. Dia mendampingi kami sampai ke penginapan dan memberikan arahan mengenai itinerary selama di Kepulauan Seribu. Tak lama kami bersiap langsung berangkat untuk menuju spot yang bagus untuk snorkeling. Kami menggunakan kapal nelayan yang kecil yang muatannya sekitar 15 orang dengan tiga orang awak kapal. Mereka asli warga Kepulauan Seribu. Perjalanan menuju pulau tempat snorkeling yang bagus memakan waktu sekitar hampir satu jam perjalanan.
Selama perjalanan, selain bersenda gurau saya mendekati para awak kapal yang tampaknya masih malu-malu bergabung bersama kami untuk saling menyapa. Saya memulai pembicaraan yang kemudiaan suasana perbincangan mulai hangat, teman yang lain akhirnya ikut menimpali percakapan kami. Sudah tidak ada pemisah antara tamu wisatawan dan pekerja awak kapal. Si bapak asyik bercerita mengenai tanah kelahirannya itu. Terlihat jelas kebanggaannya terhadap Kepulauan Seribu. Dalam ceritanya dia juga turut serta untuk tetap menjaga kelestarian alam Kepulauan Seribu. “Alam ini adalah hidup kami, jadi kami harus terus menjaga keutuhan hidup kami”, katanya.
Spot pertama sudah didepan mata, kapal berhenti dan kami bersiap memakai perlengkapan snorkeling dan byuuurr… satu persatu melompat ke laut jernih itu. Laut jernih itu mempertontonkan terumbu karang yang indah yang semakin menarik kami untuk segera menceburkan diri dan menyapa terumbu dengan segala ikan yang berenang bebas itu.
Kepulauan Seribu yang hanya beberapa kilometer jaraknya dari hiruk pikuk kota metropolitan Jakarta, ternyata masih mengandung alam yang asri terutama alam bawah lautnya. Terumbu karang tumbuh subur disini, tak terusik dan bebas bermain dengan ikan-ikan kecil yang lalu lalang. Bahkan terumbu karang ini sangat dekat dengan permukaan laut sampai di beberapa titik saya terkena goresan terumbu yang mencuat tipis di permukaan laut. Sungguh alam Kepulauan Seribu masih menjadi surga lautan dengan segala isinya. Tak heran para pencinta snorkeling dan diving masih memilih Kepulauan Seribu menjadi destinasinya.
Keindahan bawah laut Kepulauan Seribu ini semakin menarik saya untuk berhasrat sampai kedasarnya dan menyapa ikan-ikan yang berenang dalam dan malu-malu. Saya mengajak teman saya untuk mencoba free diving ke kedalaman laut itu, tapi kenapa tidak bisa, kami mencoba beberapa kali tapi kami masih tetap berada di permukaan laut. Setelah percobaan beberapa kali itu baru kami menyadari kalau kami masih mengenakan jaket pelampung, hahaha.. jadi mau seribu kalipun dicoba untuk membenamkan diri hingga ke dasar takkan bisa, kami hanya tertawa terpingkal akan tingkah yang konyol itu.
Tak cukup disitu saja, kapal melaju kembali, berpindah tempat mencari spot baru untuk bersnorkeling ria kembali. Tak lupa pula jempretan foto berkali-kali bahkan mungkin sampai ratusan pose sudah terekam dalam foto. Tak pernah bosan dan sungguh bahagianya hari itu. Spot baru sudah sampai dan menyebur kembali. Indah dan berdecak kagum akan keindahan alam ciptaan tuhan ini, dan alam indah ini tidak perlu jauh-jauh dari Jakarta untuk mendapatkannya. Keindahan alam ini masih dalam pelukan DKI Jakarta.
Sehari penuh bersnorkeling ria, kulit tersengat matahari tak masalah bagi kami, yang penting happy ^^
Kembali ke Pulau Tidung, membersihkan diri, istirahat sejenak dan menikmati pesona pulau ini. Malamnya sudah disediakan ikan barbeque di tepi pantai. Diiringi desiran ombak kami menyantap menu ikan bakar ini. Nikmat dengan ikan yang masih segar. Penerangan hanya mengandalkan lampu seadanya dengan sinar sang rembulan. Siluet daun kelapa melambai tampak di kejauhan di tepi pantai. Salah satu cara menikmati pulau ya menghabiskan malam ditepi pantai dengan obrolan seru. Malam semakin larut, kami kembali ke penginapan, kami harus istirahat untuk menjaga stamina untuk kegiatan esok harinya.
Suatu senja di Kepulauan Seribu
Suatu senja di Kepulauan Seribu
Malam telah lalu, hari berganti. Karena terlalu lelap tidur, kami ketinggalan menikmatisunrise..haha.. tidak apa-apa, kami menghibur diri. Kami naik sepeda menuju jembatan cinta. Jembatan ini menghubungkan Tidung Besar dan Tidung Kecil. Kami menyusuri jembatan ini menuju Tidung kecil. Setelah puas bermain di Tidung Kecil, kami kembali dan kembali ke penginapan.
Jembatan Cinta
Jembatan Cinta
Masih ada waktu menunggu siang untuk kembali ke dermaga Muara Angke, saya dan beberapa teman tak mau waktu terbuang begitu saja. Kami ambil sepeda dan mulai menggowesnya. Mulai kami susuri setiap sisi sepanjang Pulau Tidung. Sesekali kami bersinggungan dengan para pesepeda yang lain yang juga mengelilingi pulau ini.
Ternyata selama mengelilingi pulau dengan menyusuri garis pantai yang mengelilinginya, ada beberapa spot tersembunyi yang jauh dari keramaian namun spot itu tidak kalah indahnya. Ada beberapa saung yang disediakan disitu, entah itu milik pribadi atau umum, kami berhenti sejenak dan berleha di selasar saung itu. Pandangan ke laut lepas dengan warna gradasi biru, indah dan masih mengagumi ciptaan tuhan itu.
Kami kembali ke penginapan tepat waktu. Teman-teman lain sudah siap menenteng ransel masing-masing. Guide kami sudah menjemput dan kapal juga segera berangkat. Kami ke dermaga, ucapan terima kasih kepada guide dan selamat tinggal kepada alam indah Kepulauan Seribu. Mungkin kata yang tepat bukan selamat tinggal tapi sampai berjumpa kembali. Saya ingin kembali ke sana, alam indah ini tak cukup dinikmati sekali saja. Masih butuh waktu untuk menyusuri pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu yang mungkin jauh lebih indah lagi. Saya akan kembali.


Berlibur ke Jakarta

Seorang teman menelpon saya, dia hendak ke Jakarta dan saya kudu wajib menemani dia berkeliling Jakarta dan mengunjungi tempat liburan yang ada di Jakarta.
Otak seakan buntu sejenak, karena Jakarta yang saya pikir selama ini bukan tempat yang cocok untuk liburan, bahkan penghuni Jakarta sendiri bila ada waktu libur barang sebentar seperti weekend setiap akhir pekan akan segera meluncur ke kota terdekat dari Jakarta seperti Bandung, Bogor dan Puncak.
Maka tidak heran setiap Jumat sore sepulang jam kerja, jalanan akan lebih macet lagi dari hari biasanya. Nah, kalau sudah begitu saya ingin menghilang dari kota Jakarta dan sangat menghindari jam-jam tersebut untuk bepergian karena kota hampir mengalami kelumpuhan alias macet total setiap weekend.
Hal ini sudah menjadi sesuatu hal yang biasa bagi warga Jakarta dan pasrah akan situasi tersebut tanpa sadar kita berada di dalam bus, mobil atau motor di tengah jalan yang macet total (masih mending kalau jalannya padat merayap jadi masih ada pergerakan) tanpa ada pergerakan sama sekali dalam sekian waktu dan sebagian umur kita dihabiskan tanpa pergerakan itu. Kalau ditotal dari estimasi umur kita dan berapa lama kita habiskan di jalanan yang stagnan tanpa pergerakan itu sampai para pengguna jalanan Jakarta di situasi itu sering kali menyebutkan istilah ‘tua dijalan’.
*kembali ke cerita liburan*
Saya mulai mengingat-ingat ke tempat apa yang pantas si kawan diajak berlibur dan menikmati Jakarta tanpa adanya kesan Jakarta tempat yang penat dan sumpek. Mengajak dia ke mall yang begitu banyak di Jakarta menurut saya bukan tidak mungkin tapi merupakan pilihan yang kurang tepat menurut saya karena mall dimana saja hampir sama, auranya juga pasti aura belanja dimana pasti akan merogoh kocek dalam-dalam apalagi barang-barang yang di mall bukan barang murah.
Setelah berfikir keras, ide mulai muncul satu per satu, ahaaa…
Awalnya saya agak susah memikirkan tempat-tempat itu, karena setelah agak lama bermukim di Jakarta saya merasa tempat-tempat itu menjadi tempat yang biasa dan terlupa begitu saya, benak saya bahkan hanya berfikir kalau liburan ya keluar dari kota Jakarta.
Jakarta in the night
Jakarta in the night
Ternyata tanpa disadari atau tidak, kota Jakarta dengan gedung-gedungnya yang tinggi menjulang, jalanan yang penuh dengan deretan mobil, bus dan motor, di satu sisi juga menyuguhkan tempat-tempat menghilangkan penat di sudut-sudut kotanya.
Kebun Binatang Ragunan
Salah satunya adalah kebun binatang Ragunan. Kebun binatang ini berada di daerah Ragunan dan sudah dekat juga ke Depok. Di tempat yang luas ini, akan disuguhkan suasana yang berbeda dan jauh dari kepenatan dan panasnya kota. Banyak pohon yang tumbuh di sekitar kebun binatang dan ditata rapi. Banyak spesies binatang yang dirawat di kebun binatang ini dari jenis burung, ular, monyet, harimau, buaya sampai ke spesies yang tidak sering terlihat dan tidak biasa kita lihat.
Kebun binatang Ragunan sangat cocok untuk liburan keluarga, karena lokasinya yang sangat luas dengan pepohonan yang rimbun maka bisa sekalian piknik, keluarga bisa membawa bekal dan tikar, sambil menunggu anak-anak bermain dan belajar mengenal banyak jenis binatang, para orang tua bisa sambil duduk sambil bercengkrama satu sama lain.
Tiket masuknya juga sangat murah sekali dan terjangkau bagi semua kalangan masyarakat, hanya di bandrol  5ribu rupiah per orang dewasa dan 3ribu rupiah untuk anak-anak.
Setiap weekend, kebun binatang ini sangat ramai dikunjungi warga baik dari dalam atau luar kota dan menggelar tikar di sekitar pepohonan rindang itu. Hal itu sangat wajar menurut saya karena merupakan pilihan wisata yang murah dan mengasyikkan.
Ancol
Pantai Ancol, berada di utara kota Jakarta. Salah satu pilihan yang bagus bagi banyak orang. Lokasinya mudah dijangkau dan ada transjakarta atau busway (yang lebih familiar orang menyebutnya) yang bisa mengantar sampai ke loket masuk Ancol.
Memang transjakarta sudah disediakan di sekitar tempat-tempat wisata tersebut karena sudah pasti akan banyak orang yang akan berkunjung ke tempat tersebut sehingga kehadiran transjakarta ini sangat memudahkan para pengunjung untuk menjangkau tempat-tempat tersebut.
Dengan membayar tiket 15ribu per orang, kita sudah dapat menikmati dan berkeliling sepanjang pantai Ancol. Namun bila kita ingin menikmati fasilitas dan wahana-wahana yang disediakan manajemen Ancol seperti dufan, seaworld, gondola maka kita harus merogoh kocek lagi sekitar 100 ribuan. Walau begitu, banyak sekali orang yang rela akan hal itu demi menikmati fasilitas tersebut dan itu worth it.
Seperti dufan misalnya, kita harus merelakan uang keluar diatas 100ribu rupiah untuk menikmati segala wahana yang sensasional itu. Setelah membayar sekitar 100ribu atau bahkan 200ribuan (saya kurang tau pastinya berapa sekarang) maka di pintu masuk tangan kita akan di stempel cap dufan pertanda kita sudah membayar dan berhak menikmati segala wahana di dufan. Semakin berjalan ke area dufan, teriakan sana sini akan terdengar, bukan teriakan apa-apa tapi teriakan ekspresi bahagia menghilangkan penat, ekspresi menghilangkan ketakutan dan menantang diri sendiri untuk menaiki setiap wahana di dufan yang setiap wahana nya memiliki sensasi tersendiri dan tidak jauh-jauh dari ketinggian dan memacu adrenalin.
Monas
Monas atau Monumen Nasional, berada di jantung ibukota, dekat dengan stasiun gambir dan transportasi sangat mudah untuk mencapainya. Monas juga merupakan lambang kota Jakarta, jadi bagi pengunjung Jakarta belum sampai Jakarta rasanya bila belum sampai di Monas, hehehe..
Monas with the lanscape
Monas with the lanscape
Untuk masuk ke Monas kita harus membeli tiket terlebih dahulu, apa yang bisa kita dilakukan di Monas?? Di dalam tubuh Monas terdapat museum sejarah Indonesia, kita bisa flashback ke masa lalu dan merasakan aura perjuangan di dalamnya. Selain itu kita juga bisa naik ke puncak Monas menggunakan lift, dari atas puncak kita bisa menikmati luasnya kota Jakarta dengan tatanan kotanya yang luar biasa, namun untuk naik ke puncak Monas hanya terbuka sampai pkl. 13.00, jadi bagi kamu yang ingin naik ke puncak tibalah di Monas sebelum pkl. 13.00.
Kota Tua
Kota tua berada di daerah Kota, Jakarta Pusat. Kenapa disebut Kota tua karena tempat ini memang sudah tua dan kota peradaban masa lampau. Hal ini terlihat dari bangunan peninggalan sejarah yang masih asli dan tuaaa sekali.
Daerah Kota memang mempunyai suasana yang berbeda dengan sudut kota Jakarta yang lain. Di balik gedung-gedung mewah nan megah itu, masih tersimpan bangunan kuno yang masih dipertahankan oleh masyarakat dan pemerintah. Sebelum tiba di komplek Kota tua yang dijadikan objek wisata itu, sepanjang perjalanan juga memang berderet bangunan pertokoan dan rumah yang sangat padat dan dengan arsitektur yang kuno menandakan memang bagunan di sekitar itu sudah sangat lama bahkan sebagian sudah tak berpenghuni dan dibiarkan rusak begitu saja.
Dari kepadatan bangunan yang ada, kita bisa membayangkan bagaimana kota ini tempo dulu menjadi pusat atau jantungnya ibukota, segala aktivitas masa lampau seakan tersirat dari berderetnya bangunan seperti pertokoan tanpa celah sedikitpun.
Tiba di Kota tua, jreeng..
Ternyata Kota tua saat ini tidak sebagus dulu, tidak ada keindahan semburan masa lampau yang ditunjukkan, bangunannya sudah tidak terawat dengan baik. Yang ada di depan bangunan yang sudah tidak jelas bentuknya itu sudah sangat banyak para pedagang yang menjajakan dagangannya sampai tukang ramal saja buka lapak di daerah itu.
Beberapa tahun yang lalu, masih banyak orang yang membuat foto prawedding nya atau bahkan para fotografer hobby mengambil spot di Kota tua, karena banyak spot yang bagus untuk lebih di ekslpor oleh para fotografer. Namun, walaupun begitu pengunjung Kota tua bejibun dan tak terhitung karena ramee sekali..
Many people visit Kota Tua
Many people visit Kota Tua
Untuk kuliner khas Jakarta, ada pedagang kerak telor di seputaran Kota tua, kita bisa menikmatinya dengan membayar 10-15 ribu rupiah. Selain itu, masih ada juga jasa foto dengan mobil antik yang diparkir di depan bangunan kuno itu.
Lebih dalam berjalan di Kota tua, ada lapangan luas dengan bertebaran manusia yang berkunjung ke tempat itu. Ada deretan sepeda yang parkir dan disewakan, selain sepeda modern ada juga sepeda ontel lengkap dengan topinya, sehingga penelusuran sejarah kita semakin lengkap.
Suatu sudut museum Bank Indonesia
Suatu sudut museum Bank Indonesia
Disekitar Kota tua, banyak terdapat museum yang bisa kita kunjungi seperti museum Bank Indonesia, museum Bank Mandiri, museum Fatahillah, museum Wayang dan lainnya.
Dari berbagai suguhan kota Jakarta, jadi Jakarta juga bisa jadi pilihan wisata kita ^^



Taman Simalem Resort, Pearl of Lake Toba

Taman Simalem Resort atau disebut juga pearl of lake toba. Taman ini berada di atas bukit nan tinggi yang menyuguhkan pemandangan Danau Toba nan indah. Mata takkan berkedip sejenak melihat pemandangan yang memukau itu.
Taman itu secara administrasi masih berada di kabupaten karo, Sumatera Utara. Untuk menuju kawasan ini tidak susah, kalau dari kota Medan kita bisa menempuhnya selama kurang lebih 3 jam. Setelah meninggalkan Medan kita akan melalui kota Berastagi yang sejuk. Selain itu kita akan menyusuri beberapa desa untuk menuju Taman ini.
perjalanan menuju Taman Simalem Resort
perjalanan menuju Taman Simalem Resort
Sepanjang jalan kita bisa menikmati ladang-ladang para penduduk yang ditumbuhi beragam tanaman sayuran dan buah-buahan. Bila kita melewati sekitar desa Dokan, kita bisa melihat berjejer pedagang jeruk dan buah yang lain yang disusun rapi di pinggir jalan. Buah yang segar dan bisa juga petik sendiri langsung dari pohonnya.
kawasan Taman Simalem Resort
kawasan Taman Simalem Resort
Taman Simalem Resort
Taman Simalem Resort
Perjalanan sudah mendekati tempat tujuan, danau sudah tampak dikejauhan, dan tak sabar untuk segera sampai tujuan. Masuk ke kawasan Taman Simalem Resort dikenakan biaya masuk 250 ribu per mobil. Kawasan ini sangat luas diatas bukit. Udara segar sudah merasuk sampai ke tulang dari tadi. Suasana yang tenang dan damai sangat terasa di tempat ini.
Danau Toba damai dan tenang
Danau Toba damai dan tenang
Bagi yang ingin menjauh sejenak dari hiruk pikuk kota, tempat ini bisa jadi pilihan. Disarankan untuk membawa mobil pribadi atau menyewa kenderaan untuk mencapai tempat ini. Karena kawasan taman ini sangat luas, maka transportasi sendiri sangat dibutuhkan untuk mengelilingi taman ini.
Ada banyak spot yang disediakan di kawasan ini, namun karena kawasan ini didirikan belum terlalu lama, beberapa spot masih dalam konstruksi. Walaupun demikian, tidak mengurangi niat untuk berkunjung kesana. Karena suguhan utamanya adalah pemandangan Danau Toba nan indah.
bentuk Danau Toba tampak jelas
bentuk Danau Toba tampak jelas
paduan danau bukit dan lembutnya awan
paduan danau bukit dan lembutnya awan
Dikawasan ini ada beberapa kafe dan restoran bagi pengunjung yang ingin bersantap sambil menikmati indah dan sejuknya kawasan itu. Selain itu ada air terjun sebagai wisata alam. Bagi yang ingin memacu adrenalin, ada paket untuk outbond.
Danau Toba dari bukit tertinggi TamanSimalem Resort
Danau Toba dari bukit tertinggi TamanSimalem Resort
Saya yakin, kamu tidak akan menyesal pernah berkunjung ke tempat seindah ini.
pearl of lake toba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar